Sunday, June 19, 2011

::Mencapai Telaga Al-Kautsar Tempat Rasul Menanti::

Telaga Kautsar adalah kisah tentang kesinambungan cinta Rasulullah.
Cinta itu terus mengalir. Hamparannya tidak terbatas sekat dunia atau pun akhirat. Bahkan menjelang Rasulullah meninggal, kedalamannya tetap meliputi. Menjelang wafat beliau, ketika peluh sudah membasahi pelepah kurma yang menjadi alas, Rasulullah bertanya pada Jibril, ”Apa hakku di hadapan Allah?” Jibril menjawab, ”Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti kedatanganmu.” Namun perkataan itu tidaklah menenangkan Rasulullah. Manusia mulia itu bertanya kembali,”Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
Itulah wujud cintanya. Cinta itu tak pernah pudar. Sewaktu Izrail melakukan tugasnya dengan lembut, nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. Beliau kemudian berujar perlahan, ”Jibril betapa sakit sakratul maut ini. Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Saat itu sewaktu Ali R.A. mendekati Rasulullah, terdengar ucapan lirih, ”Ummati..ummati..ummati..umatku..umatku..umatku”. Menjelang wafatnya Rasulullah tetap memanggil. Bukan kepada istrinya, Aisyah, atau putrinya, Fathimah. Tetapi kepada kita, umatnya. Cintanya tidaklah bergeming. Cinta itu membawa manusia tersejukkan karenanya.
Telaga Kautsar adalah kisah tentang kesinambungan cinta Rasulullah.
Cinta pada umatnya, sejak mula hingga akhir. Di dunia ini, kemarin, dan esok, entah berapa banyak umatnya yang menyambut cinta itu. Seperti seorang hamba sahaya bernama Tsauban, yang amat menyayangi dan merindukan Rasulullah. Sehari tidak berjumpa Nabi, ia rasakan seperti setahun. Kalau boleh, ia hendak bersama Nabi setiap masa. Jika tidak bertemu Rasulullah, Tsauban bersedih, murung dan kerap menangis. Rasulullah juga demikian terhadap Tsauban. Baginda mengetahui betapa hebat kasih sayang Tsauban terhadap dirinya.
Suatu hari Tsauban berjumpa Rasulullah. Katanya, ”Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walau sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hati ini lega dan bergembira. Jika memikirkan akhirat, saya bertambah cemas, takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, sedangkan saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tidak bersua denganmu lagi.”
Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah, ”Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka nanti akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah yaitu para nabi, syuhada, orang-orang sholeh dan mereka sebaik-baik teman.” Mendengarkan jaminan Allah ini, hati Tsauban ceria kembali. Cintanya kepada Rasulullah dapat tetap hidup. Selamanya, ia tidak akan berpisah lagi dari sang Nabi.
Manusia bersama siapa yang ia cintai. Jika di dunia ia mencintai Rasulullah, insya Allah ia akan bersama manusia mulia itu di akhirat. Hati yang dalam kecintaan terhadap seseorang, akan merasa rindu teramat sangat jika tidak bertemu. Inilah yang melanda. Cintanya kepada Rasulullah adalah cinta yang berlandaskan keimanan yang tulen. Mencintai Rasul bermakna mencintai Allah. Cinta Tsauban pun dijawab melalui firman Allah dalam Al Quran yang mulia.
Telaga Kautsar adalah kisah tentang kesinambungan cinta Rasulullah.
Cinta pada umatnya, sejak mula hingga akhir. Di dunia ini, kemarin, dan esok, entah berapa banyak umatnya yang menyambut cinta itu. Seperti cinta tujuh sahabat, termasuk seorang muslimah, yang mengorbankan nyawa dengan membentuk perisai melindungi Nabi dalam peperangan Uhud. Seperti cinta Abu Bakar Ash Shiddiq, yang membiarkan ular mematuk kakinya, ketika ia bersama Rasulullah di Gua Tsur. Abu Bakar tidak rela membangunkan Rasulullah yang tertidur di kakinya. Seperti cinta Umar bin Khattab, sehingga ia tidak dapat menerima hakikat pada awal wafatnya Nabi. Seperti cinta Utsman bin Affan, sehingga ia sanggup membelanjakan seluruh hartanya demi perjuangan Islam. Seperti cinta Ali bin Abi Thalib, sehingga ia sanggup menggantikan Nabi di tempat tidurnya dalam peristiwa hijrah, walaupun itu adalah pilihan untuk mati.

Ilmu pendidikan mengajarkan, manusia tidak jatuh ke dalam cinta dan tidak juga keluar dari cinta, tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta. Bila demikian adanya, semestinyalah manusia menjawab uluran cinta dengan cinta pula. Bahwa cinta akan membawa untuk berbuat lebih sempurna. Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta pada Rasulullah semestinyalah membawa kita berupaya mengikutinya. Menapaki setiap jalan untuk mencapai semua itu. Kita selayaknya melakukan berbagai amal yang disyariatkan, jika kita memang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Jika kita memang ingin menjumpai Rasulullah di telaga nanti. Jika kita memang ingin menghirup sejuk airnya. Jika kita memang ingin kelak bersama Rasulullah. Jika kita memang ingin menjawab cintanya.

 
Ketika Rasulullah berada di hadapan
Aku pandangi pesonanya dari kaki hingga ujung kepala
Tahukah kalian apa yang terjelma?
Cinta!
(Abu Bakar Ash-Shiddiq)

Allahua’lam.

BEST tak ? kalau best , LIKE jewppp . HEHE . :)

No comments:

Post a Comment

komen laa cket , takkan baca jewpp . HEHE :)